Berita Terkini

Menu

Membangun Kompetensi Keulamaan Oleh Ustadz Arifuddin, Lc


pkalangkat - Stabat 28/03,
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama". ( Fathir 28)

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".(An nisaa' 59)

Peranan Penting Para Ulama

Ulama adalah salahsatu pilar penting yang harus ada dalam masyarakat Islam.Tafsir "ulil amri" dalam surat Annisaa' ayat 59 diatas memberikan gambaran bahwa setelah taat kepada mereka ada setelah taat kepada Allah dan Rasulnya.Dalam tafsir yang dikemukakan oleh para Mufassir kata-kata ulil amri berarti para ulama selain tafsir lain yang menyatakan bahwa ulil amri tersebut adalah para penguasa.

Kehadiran para ulama berfungsi sebagai penjaga kemurnian ajaran Islam sehingga tidak terjadi penyimpangan atau distorsi dari ajaran Islam itu sendiri.Sebab merekalah yang paling berkompeten untuk mengawasi dan mengkoreksi kesalahan atau penyimpangan yang muncul.Tanpa ada mereka pasti banyak kesalahan atau distorsi ajaran Islam yang akan terjadi dan bila sudah terjadi tidak ada sosok yang mampu meluruskan dan mengingatkan akan kesalahan tersebut.

Mereka juga menjadi spirit pelaksanaan ajaran Islam dengan komprehensif.Karena mereka biasanya sering menjadi motivator dan contoh dalam praktek ajaran Islam.Terlebih bila ia memiliki kharisma kuat yang lahir dari integritas pribadi dan komitmennya terhadap Islam,maka kehadirannya betul-betul merupakan kebutuhan yang sangat penting dan mendesak.

Problem Kelangkaan Ulama

Masalahnya adalah dalam kurun waktu terakhir ini sering dikeluhkan akan kurangnya mereka yang disebut Ulama ini.Kalaupun ada hanya sedikit sekali diantara mereka yang dapat dijadikan rujukan penting atau teladan yang diikuti masyarakat pada umumnya.Walaupun sebenarnya secara formal ada banyak sekolah atau madrasah dan pesantren yang terus muncul dan melahirkan lulusan yang menyandang gelar santri atau sarjana Agama.

Menurut hemat penulis seorang lulusan sekolah agama tidak dapat langsung disebut Ulamaa bila ia tidak memenuhi kompetensi maksimal dari Ilmu Agama.Untuk itu menjadi penting bagi kita untuk melihat lebih jauh siapakah sebenarnya yang dapat dikatakan sebagai Ulama itu ? Siapa yang dapat benar-benar disebut Ahli Agama atau Ahli Agama Islam itu ?



Kompetensi Ilmiah Seorang Ulama

Keterampilan atau kemahiran ilmiah manapun pastilah memiliki standar dan ukurannya penguasaannya.Sehingga pendidikanya harus mengacu dan menuju pada penguasaan standar tersebut kalau tidak ia belum dapat dikatakan telah menyandang gelar sarjana atau ahli bidang ilmu tersebut secara hakiki bukan hanya formalitas belaka.

Ilmu Agama Islam sebagai sebuah ilmu pun tentu demikian pula halnya.Seseorang harus dapat mencapai standar tersebut hingga benar-benar dapat dikatakan sebagai Ahli Agama Islam yang menguasai problematika ilmunya dan dapat menjawab pertanyaan dan ketidaktahuan sekitarnya.

Karena ia pun merupakan salahsatu cabang ilmu maka biasanya juga terdapat tiga aspek atau domain yang dikenal dalam dunia ilmu pendidikan.Yaitu domain Kognitif,Afektif dan Psikomotorik.

Maka lulusan pendidikan Agama Islam juga harus dapat membuktikan dirinya telah mempunyai kompetensi yang meliputi ketiga aspek tersebut.Apalagi aspek afektif yang mungkin dapat dikatakan sebagai inti dan ruh dari penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang didapatkann setelah belajar Ilmu Agama Islam.Seorang Ahli Agama Islam yang punya banyak ilmu tetapi tidak mencerminkan akhlak dan moral Islami yang kental hanya akan menjadi sebab kemunduran agama ini dan dapat mencoreng citra agama yang agung ini.Ilmu dan keterampilan yang telah didapatkannya hanya akan mempermudahnya untuk masuk neraka naudzu billahi min dzalik.Inilah rahasianya kenapa para Ulama terdahulu dapat begitu kharismatik dan memancarkan aura luar biasa bagi para jamaah dan masyarakat sekitarnya.

Hanya saja Penulis ingin konsentrasi dalam tulisan ini untuk menguraikan aspek kognitif dan psikomotor dari ilmu Agama Islam itu.Untuk lebih lengkapnya dengan aspek afektif semoga Allah subhanahu wataala memanjangkan umur hingga pada kesempatan lainnya aspek itupun dapat penulis uraikan dan pembahasan kita tentang sosok seorang Ulama dapat lebih lengkap lagi.

Dari aspek kognitif dan psikomotorik maka pilar penting yang tidak boleh tidak dan  dapat membentuk sosok seorang Ulama adalah penguasaannya terhadap ilmu agama Islam itu sendiri plus kemampuan dibidang bahasa Arab.

Ia harus memiliki wawasan dan ilmu pengetahuan ini secara mendalam.Sebab Ilmu Agama Islam khususnya bersumber utama dari Alqur’an dan Sunnah dan keduanya berbahasa asli bahasa Arab maka bahasa tersebut dapat dikatakan sebagai kunci utama dan bersifat vital dalam upaya penguasaan ilmu agama Islam secara baik dan mendalam.Bila seorang tidak dapat berbahasa Arab dengan baik maka penulis yakin pengetahuannya tentang Agama Islam ini pun tidaklah baik dab selanjutnya statusnya dan kompetensinya sebagai ulama pun sepertinya harus pula diragukan.

Berikut ini Penulis ingin mengutarakan ilmu-ilmu yang harus dikuasai seseorang yang ingin dikategorikan sebagai Ulama atau minimal telah memiliki dasar-dasar yang kuat untuk dapat disebut sebagai ulama ahli Agama Islam.

Secara garis besar ingin Penulis kategorikan sebagai berikut:

Pertama Alqur’an dan ilmu-ilmunya.
Kedua Hadits dan ilmu-ilmunya.
Ketiga Aqidah.
Keempat Fiqh
Kelima Ushul Fiqh
Keenam Siroh Nabawiyah
Ketujuh Sejarah Islam
Kedelapan Bahasa Arab dan ilmu-ilmunya.

Kedelapan ilmu ini adalah ilmu-ilmu dasar yang akan membentuk struktur ilmiah dalam diri seseorang yang akan menjadi Ulama.Masing-masing ilmu ini dapat diperinci lagi sehingga dalam tingkat lanjut seseorang dapat saja memilih spesialisasi sebagai ulama ahli ( mutakhassis ) salahsatu disiplin Ilmu tersebut diatas.Sehingga bisa saja kemudian seorang Ulama terkenal keahliannya dalam Bidang Alqur’an dan Tafsir,Atau Hadits dan Ulumul Hadits,Fiqh dan Ushul Fiqh maupun Ilmu-ilmu Bahasa Arab.

Pada masa lampau terdapat beberapa ulama yang dapat menggabungkan keseluruhan spesialisasi tersebut diatas.Mereka dapat dikatakan sebagai Ulama Ensiklopedis atau Samudra Ilmu Pengetahuan Islam .Dan tak jarang juga mempunyai tambahan kemampuan ilmiah diluar bidang ilmu agama Islam yang penulis sebutkan diatas.Contohnya seperti Imam Ghozali dan Ibnu Taimiyah.Tetapi untuk masa sekarang tampaknya sulit untuk mendapatkan ulama sekaliber mereka.

Kompetensi Ilmiah yang harus dicapai dalam mempelajari ilmu-ilmu tersebut menurut Penulis adalah seperti berikut:

Pertama : Alqur’anul Karim.

Ini adalah aspek ilmiah yang paling penting harus dicapai dalam tahap awal mula dan harus dijadikan sebagai prioritas utama dalam pembentukan seorang Ahli Agama Islam.Aspek kemapuan dibidang Alqur’an ini meliputi :
Kompetensi Membaca
Kompetensi Menulis
Kompetensi Menghafal
Kompetensi Memahami Arti

Seorang calon ulama haruslah dapat membaca Alqur’an dengan baik sesuai dengan kaidah tajwid yang berlaku.Untuk ini harus dilalui tahap belajar membaca dan membiasakan diri membacanya secara intensif dan reguler (wirid).Untuk kemampuan menulis harus disinergikan dengan pembelajaran Bahasa Arab atau dapat pula dengan penugasan menulis ayat-ayat alqur’an dengan menirunya.

Menghafal juga harus dilakukan.Bagi seorang calon Ulama tentunya tidak cukup dengan hanya menghafal surat-surat pendek tertentu saja seperti selama ini yang banyak terbiasakan dimasyarakat kita.Biasanya hanya sejumlah setengah juz dari juz tigapuluh.Harus ada target minimal sepertiga Alqur’an atau sepuluh Juz dan lebih daripada itu idealnya adalah seluruh Alqur’an.Barulah kompetensi menghafal dapat dicapai secara maksimal.Dengan demikian Alqur’an dapat mewarnai kesehariannya dan sesuai dengan tradisi para ulama salaf terdahulu.Ia pun tidak perlu repot-repot lagi membuka mushaf untuk mendapatkan dalil-dalil masalah tertentu yang ditanyakan.Ketika menjalankan tugas sebagai seorang Imam pun sudah terpenuhi kompetensi ideal hafalannya.

Seorang Ulama juga wajib mengerti arti dan kandungan ayat-ayat yang dibacanya atau dijadikan dalil olehnya.Bagaimana ia dapat menyampaikan ajaran Islam dengan benar bila ia tidak mengerti arti ayat-ayat tersebut.Untuk itu ia harus menamatkan membaca dan mempelajari minimal sebuah Kitab Tafsir standar dan melanjutkan telaah kepada kitab-kitab lainnya.Dapat juga dengan menempuh jalan telaah Tafsir berdasarkan tema-tema Alqur’an secara menyeluruh ,lengkap dan komprehensif  yang dikenal dengan Tafsir Maudhu’ie.

Ilmu-Ilmu Alqur’an atau dikenal dengan istilah Uluumul Qur’an

Ilmu pengetahuan ini penting untuk dikuasai seorang calon Ulama atau pelajar Islam yang akan menuju ketangga keulamaan.Karena ilmu ini berisi himpunan ilmu pengetahuan yang seumpama kunci untuk masuk kedalam sebuah ruangan .Ruangan tersebut berisi intan dan emas permata nilai dan kandungan Kitab Suci Alqur’an dan Ulumul qur’an adalah kunci untuk masuk kedalamnya.Kita tidak akan dapat mengambil mutiara dan emas permata tersebut bila kita tidak mempunyai kuncinya.
Untuk memahami aspek tata cara bacaannya,sebab dan latar belakang turunnya,cara memahami bahasanya,sejarah turun dan penjagaan kemurniannya,serta serangan-serangan yang ditujukan kepadanya memerlukan kajian Ulumul Qur’an.Itu semua ada dalam khasanah ulumul qur’an dan wajib diketahui Sang Calon Ulama.

Kedua : Hadits dan Ilmu-ilmunya.

Hadits adalah penjelas dan penguat apa yang disampaikan secara global atau tidak terperinci dalam Alqur’an .Ia juga dapat memiliki kewenangan menentukan hukum sendiri yang secara tegas tidak disinggung oleh Alqur’an.Hadits juga berfungsi sebagai terjemahan sah dan praktek operasional dari apa yang diajarkan Alqur’an.Dengan demikian ia tidak dapat dipisahkan dari Alqur’an.Maka seorang Ulama harus pula menguasai Hadits secara substantif maupun pengetahuan tentang problematika ilmu mushthalah hadits.Dalam istilah para ulama hadits adalah secara riwayah maupun dirayah.Oleh sebab itu harus dimiliki kompetensi seperti sebagai berikut:

Pengetahuan dan penguasaan hadits-hadits yang tertuang dalam sekian banyak kitab hadits seperti Kutubussittah dan kitab pokok lainnya dalam bentuk membaca dan membahas arti dan kandungannya.
Hafalan jumlah tertentu terhadap hadits-hadits tersebut
Kemampuan mentelaah dan mempelajari berbagai cabang ilmu mushtholah hadits yang akan melahirkan keterampilan menyaring hadits shohih dan dhoif serta menentukan makna yang benar dari sebuah hadits.

Biasanya pembelajaran hadits secara teratur oleh para Ulama terdahulu adalah langkah kedua setelah seorang pelajar selesai mempelajari dan menghafal Alqur’an.




Ketiga : Aqidah

Aqidah akan membentuk sikap mental dan keyakinan terhadap Allah subhanahu wataala,Rasulullah shallallah ‘alaihi wasallam dan Al-Islam.Kekuatan aqidah ini akan melahirkan kekuatan prinsip dan keyakinan tak mudah tergoyahkan akan kebenaran Islam.Selanjutnya seseorang akan mudah tunduk dan mengamalkan serta mengikatkan diri dengan praktek-praktek amal ibadah maupun akhlak Islami.

Segi kognitif ilmu ini dapat dibentuk dengan mempelajari kitab-kitab yang khusus membahas Aqoid Al Islamiyah dari tingkat dasar hingga tingkat lanjut.Pokok bahasannya sekitar Keyakinan terhadap rukun-rukun iman dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari sehingga hilanglah sifat bergantung pada selain Allah subhanahu wataala dan tidak terkait lagi dengan praktek-praktek syirik,klenik dan perdukunan.Aspek ini sangat penting dalam diri seorang ulama atau calon Ulama sehingga sering disebut juga sebagai Fiqh al Akbar.

Termasuk dalam aspek ini adalah kemampuan mempertahankan alasan-alasan kebenaran Islam,perbandingan agama dan wawasan tentang aliran-aliran atau mazhab dalam dunia ilmu aqidah Islam.

Keempat : Fiqh

Ini adalah disiplin ilmu yang membahas aspek paling praktis dalam kehidupan Islam.Dimulai dari lingkungan pribadi paling kecil dirumah hingga membahas fiqh negara dan kehidupan sosial.Untuk aspek ini jelas sekali urgensinya untuk dikuasai oleh seorang Ulama.Karena setiap hari kita akan bersinggungan dengan aspek-aspeknya.Intensitas pertanyaan-pertanyaan masyarakat sangat tinggi dalam bidang ini.Maka sangat dibutuhkan kemampuan ilmu untuk dapat berfatwa dan memecahkan berbagai persoalan hidup mereka.

Oleh sebab itu kompetensi seorang Ahli Agama harus tinggi dibidang ini.Maka ia harus:
Mempelajari masalah-masalah fiqh dari buku-buku Fiqh dari yang paling kecil hingga yang paling besar
Mengetahui secara menyeluruh dan membaca walaupun tidak secara mendalam betul masalah-masalah yang sudah pernah dibahas para ulama dalam tiap-tiap bab fiqh.
Mampu berfatwa dengan benar dan tahu ilmu berfatwa.
Menguasai aspek aspek operasionalisasi ajaran-ajaran Islam dalam berbagai bab fiqh seperti wudhu,sholat,adzan,pengelolaan zakat dan shodaqoh,waris,penyelenggaraan jenazah,haji,dan lain-lain.
Membaca cabang-cabang pengetahuan untuk pendalaman ilmu ini seperti sejarah Tasyrie’,Qodho’,Faroidh dan Qowaid Fiqhiyyah



Kelima : Ushul Fiqh

Ilmu ini adalah kunci penguasaan ilmu fiqh yang sangat urgen.Tanpa menguasai ilmu ini seorang ulama tidak akan mampu berfatwa dan melahirkan keputusan hukum dengan benar dan tepat.Karena dalam ilmu inilah dikaji hukum-hukum Islam,sumber atau dalil-dalilnya,metodologi menggali hukum-hukum tersebut dan kondisi seseorang sebagai prasyarat untuk menggali hukum Islam.

Sebagaimana halnya Fiqh ilmu inipun telah melahirkan berbagai karya ilmiah berupa kitab yang harus dipelajari terlebih dahulu oleh seorang calon Ahli Agama Islam dengan beragam metodologi atau mazhab penulisan.

Dengan demikian akan terealisasi kompetensi ulama yang tinggi dalam menghadapi permasalahan hidup manusia yang semakin kompleks dan terus berkembang kemudian membutuhkan jawaban agama yang tepat.

Diperlukan usaha untuk mentelaah bab-babnya dengan tekun dan sabar
Terbiasa melatih diri menganalisa permasalahan hukum Islam secara metodologis
Mempelajari pula qowaid ushuliyah dan ilmu maqoshid syar’iyyah

Keenam : Siroh Nabawiyah

Sejarah kehidupan Nabi adalah kumpulan kisah dan teladan yang harus dijadikan pedoman dalam meniti kehidupan.Sementara itu para Ulama adalah pewaris para Nabi.Maka para ulama haruslah orang yang paling dekat dengan sosok Nabi shallallah ‘alaihi wasallam dalam hal kelakuan dan akhlak sehari-hari.Dari siroh pula seorang ulama akan dapat mengambil intisari dan pelajaran dalam rangka membentuk kepribadiannya dan membimbing masyarakat dengan berteladankan Nabi shallallah ‘alaihi wasallam.

Harus mengkaji detik-detik kehidupan Rasulullah shallallah ‘alaihi wasallam dari lahir hingga wafat.
Mempelajari siroh dari kitab-kitab yang terpercaya dengan berorientasi pada pengambilan pelajaran atau fiqh siroh bukan sekedar menghafal peristiwa dan kejadian semata.
Membahas persoalan masa kini dan mencari solusi atas permasalahan dengan bercermin dan mengambil ibroh dari siroh ini.

Ketujuh : Sejarah Islam

Sejarah membuat bijak.Karena dalam sejarah terdapat rangkaian peristiwa dan kejadian yang dapat diambil hikmah dan pelajarannya oleh seseorang yang hidup kemudian.Apalagi sejarah Islam yang penuh dengan mutiara kehidupan dan kebanggaan atas prestasi besar para pendahulu.Maka ia akan menjadi sumber semangat dan pelajaran dalam menghadapi kehidupan yang terus berubah.

Seorang Ahli Agama Islam sangat penting mempelajari sejarah Islam yang memuat tentang kejayaan dan keruntuhan generasi terdahulu ummatnya.
Ia faham betul arus sejarah ummatnya dari awal hingga masa kontemporer tempat ia berada sekarang
Ia harus mampu menyelami dan mengambil pelajaran dari sejarah ummatnya tersebut sehingga dapat memperingatkan bahaya yang akan dihadapi ummat saat melupakan sesuatu yang telah menghancurkan ummat sebelumnya.
Literatur yang dikaji haruslah memuat secara lengkap sejarah sejak awal Masa Islam hingga Sejarah Islam Kontemporer.

Kedelapan : Bahasa Arab

Menyebutkan kompetensi ini terakhir bukan berarti mengabaikan dan mengecilkan peranannya dalam membentuk kompetensi prima dari seorang Ahli Agama Islam.Last but not least,kira-kira demikian.Justru ia menjadi kunci penentu untuk mantap dan baik atau tidaknya penguasaan terhadap semua kompetensi diatas.

Bagaimana seseorang dapat memahami Alqur’an dan Hadits yang bahasa aslinya adalah bahasa Arab ? Bagaimana seseorang dapat belajar langsung dari Kitab-kitab Ilmu Fiqh,Ushul Fiqh,Aqidah,Siroh dan bahkan sejarah Islam bila tidak mempunyai basis penguasaan bahasa Arab yang tinggi ? Bila demikian maka Penulis ingin mengusulkan kepada seluruh madrasah, sekolah atau perguruan tinggi Agama Islam agar menjadikan Bahasa Arab ini sebagai pelajaran atau mata kuliah prasyarat utama sebelum para pelajar atau mahasiswanya mengikuti pelajaran-pelajaran Agama Islam.Jangan dibenarkan samasekali seseorang menyandang Sarjana atau Ahli Agama Islam bila tidak bisa Bahasa Arab.Inilah jalan yang paling selamat walaupun sulit untuk dapat menghasilkan para Ulama dan Ahli Islam yang berkompeten dan dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk penguasaan bahasa Arab yang berstandar tinggi harus dikuasai berbagai aspek penguasaan sebuah bahasa.Yaitu :
Kompetensi Mendengar
Kompetensi Berbicara
Kompetensi Membaca
Kompetensi Menulis.

Kompetensi Mendengar.

Seorang Ulama harus mampu memahami sebuah percakapan,khutbah atau dialog yang disampaikan dalam bahasa Arab.Sehingga dapat mengerti apa yang dibicarakan dan disampaikan orang lain dalam bahasa tersebut.Islam yang bersifat internasional ini membutuhkan kemampuan seorang ulama yang dapat faham dan nyambung dengan para ulama dari negeri lainnya dengan satu bahasa persatuan ummat yaitu bahasa Arab.Ia dapat mengikuti kuliah dan mengerti apa yang dibicarakan orang lain dalam bahasa Arab.

Kompetensi Berbicara

Sehingga ia dapat mengkomunikasikan gagasan atau menyampaikan sebuah pelajaran dan pidato atau ceramah dengan menggunakan bahasa Arab.Dapat berdiskusi dengan baik bersama para ulama lain yang berasal dari Arab atau berbicara dengan Bahasa Arab.

Kompetensi Membaca

Inilah modal untuk menggali kandungan Alqur’an,hadits dan Kitab-kitab Keislaman yang ditulis menggunakan bahasa Arab.Ia dapat berhubungan langsung dengan sumber-sumber ilmu yang sangat beragam itu.

Kompetensi Menulis

Agar ia juga dapat mengkomunikasikan gagasan dan pemikirannya dengan bahasa ini.Menuliskan hasil telaah atau penelitiannya dengan bahasa Arab juga dan manfaat lainnya untuk diikutkan pada seminar-seminar internasional dan dikirimkan ke jurnal atau majalah internasional yang berbahasa Arab.

Untuk mencapai kompetensi yang lengkap seperti ini maka seorang calon Ahli Islam harus mempelajari berbagai ilmu yang merupakan anggota himpunan ilmu Bahasa Arab yang meliputi:

Latihan-latihan Keterampilan Bahasa ( Fahmul Masmu’,Ilmu Ashwaat,fahmul maqru’ atau mutholaah dan muhadatsah,ta’biir syafahi dan tahriri atau insya’ , imla’ dan qowaidnya,khot serta Tadribat Lughowiyah yang berorientasi praktis kebahasaan)
Ilmu Nahwu dan Shorof ( gramatika dan sintaksis )
Ilmu Balaghah dan Sastra Arab yang meliputi Bayan,Ma’ani,Badie’ dan ’Aruudh.

Inilah ilmu-ilmu dasar dan standar yang harus dipelajari dan dikuasai seorang calon Ahli Islam atau Ulama.Ilmu-ilmu ini harus dicapai sebagai syarat dipenuhinya kompetensi keilmuannya.Kalau tidak tercapai maka hasil yang munculpun tidak mungkin akan baik dan terpercaya.Hanya sarjana atau pelajar yang belum mencapai derajat keilmuan Islam yang memadai.

Sebagai dasar tentu juga diperlukan ilmu-ilmu pendukung lain yang dapat membantu kelancaran tugas-tugasnya diluar kompetensi keilmuan standar yang dituntut keulamaanya.Semua ilmu tadi harus didahului pula dengan kemampuan dasar berhitung dan menulis yang cukup kemudian ilmu-ilmu lain seperti Ilmu Humaniora ( Sejarah Umum,Filsafat,Tarbiyah,Psikologi dan lain-lain) dan Teknologi Informasi.Tetapi semua ilmu-ilmu pengetahuan yang telah Penulis sebutkan diatas mau tidak mau harus ada pada seseorang yang ingin mencapai derajat atau keahlian sebagai Ulama Keislaman.

Pilar Akhlak Seorang Ulama

Kompetensi ilmiah yang sudah disebutkan diatas merupakan pilar penting pribadi seorang ulama.Namun demikianitu sudah merupakan keharusan pula bagi seorang ulama agar menciptakan kehalusan akhlak dan kekuatan ruhani dalam kepribadiannya.Sebab ilmu tanpa akhlak yang mulia akan pincang.Seorang ulama tidak dihormati karena semata-mata ilmu yang dimilikinya namun lebih berpengaruh dari pada itu adalah kehalusan akhlaknya.Akhlaklah yang berperanan dalam menarik simpati dan menanamkam pengaruh kedalam jiwa ummat.Kondisi semacam ini mungkin dapat disebut sebagai kompetensi moral dan integritas.Kompetensi ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melengkapi kajian ini.

Semoga tulisan ini sesederhana apapun nilainya paling tidak dapat menjadi bahan bercermin bagi kita para pencinta dan pelajar Ilmu Keislaman.Sehingga kedepan dapat kita saksikan kembali bangkitnya generasi para Ulama yang memang benar-benar dapat disebut sebagai ulama dan memiliki sifat selayaknya sebagai seorang pewaris Nabi.

Wallahul Muwaffiq wal Haadii ila sawaa-is sabiil.

Share This:

Post Tags:

Jillur Rahman

I'm Jillur Rahman. A full time web designer. I enjoy to make modern template. I love create blogger template and write about web design, blogger. Now I'm working with Themeforest. You can buy our templates from Themeforest.

No Comment to " Membangun Kompetensi Keulamaan Oleh Ustadz Arifuddin, Lc "

  • To add an Emoticons Show Icons
  • To add code Use [pre]code here[/pre]
  • To add an Image Use [img]IMAGE-URL-HERE[/img]
  • To add Youtube video just paste a video link like http://www.youtube.com/watch?v=0x_gnfpL3RM